Kupas Tuntas Penyidikan Tindak Pidana Pajak dalam PMK 17 Tahun 2025

Dalam episode terbaru #DIAJAK, Bobby Savero dan Chaterine Hana Maria Assa mengulas topik hangat tentang penyidikan tindak pidana pajak bersama Moh. Isnaeni (Senior Advisor TaxPrime), Peni Hirjanto (Senior Advisor TaxPrime), dan Bayu Rahmat Rahayu (Advisor TaxPrime). Diskusi ini fokus pada regulasi terbaru terkait tindak pidana pajak yang tertuang dalam PMK 17 Tahun 2025.

Aturan ini dirancang untuk memberikan kepastian hukum dalam proses penyidikan pajak, terutama dalam menangani sanksi pidana pajak. Tujuannya adalah untuk mencegah praktik penghindaran dan penggelapan pajak yang merugikan negara.

Moh. Isnaeni menekankan bahwa setiap masalah perpajakan yang memenuhi unsur tertentu bisa masuk ke ranah tindak pidana pajak. Oleh karena itu, penting bagi wajib pajak untuk melaporkan SPT secara benar, lengkap, dan jelas. Isnaeni juga menyebut bahwa regulasi ini dapat menjadi dasar kuat untuk mengungkap penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Peni Hirjanto menjelaskan tiga unsur dalam tindak pidana pajak, yaitu: perbuatan, orang yang melakukan, dan kerugian negara berupa pajak yang belum dibayar. Ia menjelaskan bahwa sanksi pidana pajak bersifat “ultimum remedium”, yaitu langkah terakhir jika wajib pajak tetap tidak menyelesaikan kewajiban meskipun telah diberi peringatan. Peni juga menyoroti banyaknya kasus pelanggaran pajak atau sanksi pidana pajak yang timbul karena penerbitan faktur pajak dari pihak tidak berhak, serta penggunaan faktur fiktif (tidak berdasarkan transaksi sebenarnya).

Bayu Rahmat Rahayu mengingatkan bahwa pernyataan dalam SPT adalah dokumen hukum. Jika isi SPT tidak sesuai kenyataan, wajib pajak harus siap menghadapi konsekuensi hukum berupa sanksi pidana perpajakan. Ia juga menjelaskan bagaimana proses penyidikan pajak yang dilakukan oleh DJP hingga pada akhirnya dapat menetapkan suatu pelanggaran masuk ke kategori kasus pidana pajak.